Friday, December 23, 2011

SITA SITOL

Senyumnya tersimpul kecut ketika aku lontarkan pertanyaan..
"besok, kalo mbak rosa udah lulus, trus  kerja dan ga di jogja lagi piye nduk?"
sejenak diam,
dan kemudian dua mata kecil itu menatapku sayu
"ga boleh, ga boleh pergi. mbak rosa harus tetap disini..kalo pergi aku mau cari mbak rosa dimanapun"

itu lah gadis kecilku. tubuh kurus kering. kulit keling. rambut dengan poni aneh. gigi ompong satu. manja. terkadang mutungan.  pemalu. pethakilan. itulah Chita Joanda Nierum. nama yang cantik, meski saya lebih senang memanggilnya Sitol. 

ya, Sitol, gadis kecil beumur 7 tahun itu kemudian menjadi bagian dari hidupku beberapa tahun terakhir. 4 tahun yang lalu gadis itu masih berumur 3 tahun. Itu kali pertama saya untuk mengenal dia di Pingit. Sebuah sanggar belajar senin-kamis yang berada di bandar sungai winongo untuk anak-anak kampung Pingit. 

tak ada yang spesial memang ketika bertemu pertama kali. bertemu dengan anak yang se nakal dia? sudah sering. bertemu dengan anak yang se manja dia? sering juga. bertemu dengan anak yang se cengeng dia? apalagi. tapi bertemu dengan anak se nrimo dan se tegar dia? baru kali ini saya menemukan. 

Nrimo. baru kali ini saya bertemu dengan anak kecil se nrimo Sitol. mau menerima keadaan meski sebenarnya itu berat dan tidak mengenakkan buat dia. Sitol, anak ke dua dari pasangan Barjo dan istrinya ini terpaksa menghabiskan hari harinya bersama nenek dan ke dua saudaranya. Kakanya yang 4 tahun lebih tua darinya seakan menjadi sosok Ibu kedua setelah neneknya. Ibunya telah meninggal beberapa tahun lalu saat melahirkan adik laki-lakinya. Mulai saat itu, kasih sayang Ibu mulai samar dia rasakan. Bapaknya yang bekerja sebagai seorang pemulung kerap tak pulang. Entah kemana. Dan meliha itu semua, gadis kecilku ini dengan lapang dada menerima. 
Rumah "pinjaman" nya yang hanya seluas kurang lebh 2,5x3 meter pun harus mereka tinggali berempat. nenek, astuti (kakak ), sitol, dan elsa (adik). Tak pernah saya membayangkan tinggal di ruang sesempit itu dengan banyak orang. Kamar kost ku aja jauh lebih luas dari rumah itu. dan aku tinggali sendiri. itu pun kadang aku masih sering mengeluh.."aduh, kok sempit ya?pengen deh cari yang lebih luas". Tapi Sitol? tak pernah dia mengeluh. dia bisa menerima kondisinya. meski tiap malam harus berdesak-desakan saat tidur dengan saudara-saudaranya, meski ruang belajarnya harus pindah ke luar rumah dan mengandalkan lampu jalananan karena lampu rumah itu redup, meski harusnya dia bisa menikmati hari-hari-harinya, bermanjamanjaan dengan kedua orang tuanya tapi dia tidak.
Tahun 2011 ini menjadi tahun ajaran pertama buat Sitol. Ya,setelah bertahun tahun berneggosiasi dengan bapaknya untuk nembung menyekolahkan Sitol akhirnya tahun ini kami berhasil mendapatkan ijin itu. TK KYAI MOJO PINGIT. Itu sekolah pertamanya. Di TK kecil itu, Sitol memang paling tua. umurnya yang 7 tahun seharusnya sudah duduk di bangku SD. Tapi karena 1 dan lain hal, dia harus memulai studinya di tahun ke 7 nya. Saya pernah tanya hal ini saat saya dan Sitol pulang dari mendaftar sekolah. Pertanyaan ini sengaja saya lontarkan ke Sitol karena memang ada kekhawatiran tersendiri ketika mau mendaftarkan dia ke TK. Takut dia malu. Takut dia ga mau. Ya itu lah ketakutan saya dan beberapa teman Pingiters.

"Nduk, kamu di sekoalh itu paling gede sendiri. yang lain jauh lebih muda dari umurmu..gimana?kamu malu nggak"
dan apa coba jawabannya?
"gapapa mbak...ngapain malu. yang penting itu sekolah.."
diatas Tole, vespa hitamku, aku cuma bisa diam. speechless. ga tau mau ngomong apa lagi. ku kecup kepalanya dari belakang. kamu hebat, nak!
mental mu mental baja! batinku.

Dan hari itu tiba, hari pertama sekolahnya. Dulu, beberapa puluh tahun yang lalu, saat masuk TK pertama, saya masih memaksa di antar dan di tungguin Ibu. Bahkan Ibu beranjak sedikit dari tempat duduknya pun saya akan langsung lari keluar dan berteriak seakan benar-benar tak ingin ditinggal sedetikpun. Tapi Sitol tidak! Dia tetap tetap melangkahkan kakinya dengan sepatu baru hitam pinky nya masuk ke kelas. Berkenalan dengan teman barunya, guru baru, kelas barunya dan kebiasaan baru.
Ah, dia meman hanya gadis kecil yang secara fisik tak jauh berbeda dengan anak-anak yang lain. Tapi di balik semua itu, dia telah mengajarkan kepada saya, kepada teman-teman Pingiters lain untuk terus bersyukur akan hidup yang indah ini. dan pastinya tetap nrimo tapi terus berusaha. Terimakasih, sitol! J


PAGI KU! BUKAN PAGI KITA YANG DULU..

AKU BENCI BEBERAPA PAGI KU TERAKHIR INI!
KARENA KAU SELALU MEMAKSA HADIR SAAT AKU MEMBUKA MATA
TOLONG, AKU INGIN MENIKMATI PAGIKU!
BUKAN PAGI MU!
BUKAN PAGI KITA YANG DULU!
JADI, PERGILAH….

Tak Ingin Pagi (lagi)

Pagi itu pasti akan datang lagi
Menjemput pekatnya malam
mengirimkan belai lembut mentari pagi
dan mengantarkan semua bayangan tentangmu saat ku paksa membuka mata pagi ini
Aaarrggg…aku tak ingin bertemu pagi (lagi)!
Aku ingin menutup mata ini rapat-rapat
Pergilah pagi
Jangan kau beri aku sarapan bayangan wajahnya.. L

Monday, December 12, 2011

semua itu sangat mungkin untuk berubah saat kita sendiri mau merubahnya

Saya bukan termasuk orang yang suka berkomunikasi dengan keluarga saya. terutama orangtua saya. Menurut saya, mereka punya pemikiran yang sediki t kolot, otoriter dan kerap bersebrangan dengan pemikiran saya. Tapi, baru-baru ini saya baru menyadari penting nya komunikasi dengan orang-orang terdekat. Terutama dengan orang tua.Dan khususnya lagi dengan Ibu saya. Kenapa penting? Karena dari komunikasi itulah kita bisa merubah hal yang dulunya berasa tidak mungkin menjadi sangat mungkin. 

Kesadaran saya muncul ketika beberapa waktu lalu saya sms-an dengan Ibu saya. Awalnya hanya sekedar menanyakan kabar seperti biasaanya. Kemudian percakapan itu berlanjut ke pertanyaan tentang pendakian saya ke Merapi kemarin. Ibu saya tanya mulai dari gimana di sana? Trus sampai puncak ga? Di puncak lihat apa saja? Siapa saja yang sampai puncak? Kuat ga saya sampai puncak? Trus di puncak panas ga? Bahaya ga? Dsb… Hal ini menjadi lucu buat saya karena ini kali pertama Ibu saya mau menanyakan tentang hobi saya yang satu ini. dan menjdai lebih lucu karena di akhir pembicaraan Ibu saya bilang:

 Dek, Ibu kok penasaran pengen denger ceritanya, pengen lihat fotonya kemaren kamu naik merapi” haha..saya jawab saja..”
"iya, besok kalo adek pulang tak ceritain dan kasih liat fotonya deh, tapi jangan minta dianterin ke puncak ya kalo udah liat foto2nya.” Hahaa..itu guyon saya ke Ibu.

Percakapan semacam itu tak akan terjadi kalo tidak ada komunikasi yang baik antara saya dan Ibu saya. Tapi tidak begitu saja Ibu bisa menerima hobi saya yang satu ini. Cukup panjang juga proses untuk mendapatkan ACC dari beliau. 

Saya masih ingat betul ketika beberapa tahun yang lalu, tepatnya waktu saya masih SMA, Ibu marah-marah waktu tau saya suka naik gunung. Malah Ibu sempat nangis juga waktu saya pamit mau naik gunung Lawu.
“kowe ki cah wedok, nanti kalo di gunung ada apa-apa gimana? Ibu tu ga pernah bayangin punya anak cewek sukanya naik gunung kayak kamu..” Itu ucapan ibu yang masih saya ingat sampai sekarang. Tapi lambat laun, Ibu luluh juga. Semua itu karena komunikasi. Ya komunikasi. Ga ada yang lain.

Dulunya saya ga pernah ijin sama Ibu kalo naik gunung. Pertama karena takut ga di ijinin, kedua takut ibu nangis lagi. Tapi seiring berjalannya waktu, tiap kali saya pergi kemana, atau melakukan apa saja, saya selalu cerita sama ibu. Entah langsung, telfon atau sekedar mengirim pesan singkat “ Bu saya naik gunung”  "Bu saya...". Entah di bolehin atau nggak, saya tetap berusaha membangun komunikasi dengan beliau.

Saat pulang kerumah, adalah saat-saat pamer foto dan cerita. meski pun foto saya ga bagus, tapi setidaknya cukup membantu Ibu tau apa yang saya lakukan di luar sana. Memberi gambaran gimana keadaan di tempat yang saya kunjungi. Membagi cerita apa yang saya pelajari dari setiap perjalanan saya. Dan hasil nya? Saat saya pulang dari Maluku dan saya kasih liat foto-foto perjalanan saya, khususnya foto-foto keadaan SD YPPK Manusela, Ibu akhirnya bisa menerima cita-cita saya yang dulu beliau tentang, mengajar di pelosok. Padahal, 3 tahun yang lalu saya sempat berdeabt kusir dengan beliau. Saat itu saya cerita saya mau jadi guru. Dengan penuh antusias beliau bilang "Iya..jadi guru. trus daftar jadi PNS. udah aman itu nduk..." dan saat itu juga raut muka Ibu langsung berubah 180 derajat saat saya bilang " iya guru bu, tapi bukan guru seperti yang ibu pikirin...saya mau jadi guru di pelosok...di papua..." Jleeebbbbb...saat itu juga raut muka nya memerah. wajah sumringah saat mendengaer kata guru dari mulut saya seketika berubah menjadi muka sembab dan akhirnya debat kusir 

" trus kalo Ibu meninggal gimana?" 
"Ya udah tinggal pulang to bu" jawab saya
" tapi kan jauh"
 "ya kan ada pesawat"
 " tetep aja jauh...ga tiap hari ada pesawat"
 dan bla bla blaaaaaaaa....panjang sekali...dan berujung sebuah tangisan. Duh Gustiiiiiii.....:(

Tapi toh semua sekarang sudah berubah. Dulu saya sempat kecewa juga karena orang tua saya ga suka bahkan ga mendukung semua kegiatan saya. Semua! Mulai dari kegiatan social, outdoor, sampai kegiatan hore-hore saya. Semua di tentang! Sempat juga saya merasa putus asa sampai saya sering ga ijin kalau pergi atau berkegiatan yang sekiranya tidak akan dapat ijin dari orang tua. Dikatakan membantah, berani sama orang tua, sok pinter, dan sebagainya sering sekali mampir di kuping saya saat saya berusaha menjelaskan kepada beliau. Arrrrrgggggg....bukan itu mau saya! saya cuma mau menjelaskan saja!Bukan mau sok keminter, mbantah Ibu, apalagi berani sama Ibu! sueeeerrrrr bukan itu...
Yah, melihat semua itu memang seakan-akan tidak ada lagi celah buat saya. 
Dulu yang saya pikir saya tidak mungkin bisa berdamai dengan orangtua saya untuk masalah yang satu ini, tapi karena komunikasi yang saya bangun terus..terus dan terus...nyatanya berbuah lampu hijau! Malah jadi nagih di ceritain tiap saya pergi kemana atau berkegiatan apa.  Ini bukan masalah kita harus berontak dulu hingga ada acceptance seperti yang saya dapat dari Ibu saya itu. Tapi point pentingnya adalah bagaimana kita bisa melibatkan orang tua kita di setiap kegiatan yang kita lakukan. Menjaga kepercayaan mereka bahwa kita akan baik-baik saja dan menjaga diri di manapun kita pergi. dan yang paling penting adalah bertanggung jawab penuh dengan apa yang kita kerjakan! satu lagi, berusaha membuktikan bahwa apa yang kita lakukan adalah apa yang kita suka dan memang yang terbaik untuk kita. Dan lagi - lagi, bangunlah komunikasi yang bagus dengan beliau. karena komunikasi adalah kekuatan kata-kata yang mampu merubah semua yang tidak mungkin menjadi sangat mungkin. 

Saya tidak pernah membayangkan jika saya tetap bersikeras untuk diam dan tidak mau menekan sedkit ego saya untuk berkomunikasi dengan Ibu saya, mungkin selamanya saya tidak akan mendapatkan ijin untuk mendaki gunung, untuk bepergian jauh, untuk tetap berkegiatan sosial, dan untuk mengajar di pelosok sana. 

Well, yakin lah bahwa semua itu sangat mungkin untuk berubahs saat kita sendiri mau merubahnya...:)


13/12/2011
04.23

Monday, December 5, 2011

Satu pagi lagi


satu pagi..

aku bertemu lagi dengan pagi
dengan belai hanat mentari
dengan riuh kicau burung
dengan ucapan, selamat pagi Semesta, selamat pagi Tuhan..:)

selamat pagi, pagi...
mari bercumbu...

06/12/2011