Monday, January 24, 2011

ayah

Biasanya anak-anak yang jauh dari orang tuanya merasa kangen sekali dengan Ibunya.

Lalu bagaimana dengan Ayah?

Mungkin Ibu lebih sering menanyakan keadaan anaknya setiap hari.
Tapi taukah kamu jika Ayahmu yang mengingatkannya untuk menelfonmu?

Mungkin Ibu yang lebih sering mengajakmu bercerita,
Tapi taukah kamu sepulangnya ia bekerja, dengan wajah lelah, ia selalu menanyakan kabarmu dari Ibumu?

Waktu kecil...

Ayah mengajari putri kecilnya bermain sepeda.
Setelah dia mengganggap kamu bisa, ia melepaskan roda bantu di sepedamu.
Saat itu Ibu menutup mata karena takut anaknya terjatuh lalu terluka.
Tapi Ayah dengan yakin menatapmu mengayuh sepeda dengan pelan karena dia tahu putri kecilnya pasti bisa.

Saat kamu menangis meronta meminta boneka yg baru,
Ibu menatapmu iba,
tetapi Ayah mengatakan dengan tegas, "Kita beli nanti, tapi tidak sekarang."
Karena ia tidak ingin kamu menjadi manja dengan semua tuntutan yang selalu dipenuhi.

Ketika kamu remaja...

Kamu mulai menuntut untuk keluar malam.
Lalu Ayah mulai bersikap lebih tegas ketika mengatakan "Tidak".
Itu untuk menjagamu karena kamu adalah sesuatu yang berharga.
Lalu kamu masuk ke kamar membanting pintu.
Tapi yang datang mengetok pintu dan membujukmu adalah Ibu.
Tahukah kamu saat itu dia memejamkan matanya dan menahan diri,
karena dia sangat ingin mengikuti keinginanmu.
Tapi lagi-lagi... dia harus menjagamu.

Saat seorang cowok mulai sering datang mencarimu,
Ayah akan memasang wajah paling cool sedunia.
Dan sesekali menguping atau mengintip saat kmu sedang brdua di ruang tamu.
Tahukah kamu, dia merasa cemburu?

Dan saat dia melonggarkan sedikit peraturan, kamu melanggar jam malamnya.
Ia duduk di ruang tamu, menunggumu pulang dengan sangat, sangat khawatir.
Wajah khawatir itu mengeras ketika melihat putri kecilnya pulang terlalu larut.
Dia marah.
Karena hal yang ditakutinya akhirnya datang...
"Putri kecilnya sudah tidak ada lagi"

Saat Ayah sedikit memaksamu untuk menjadi seorang dokter,
Ketahuilah bahwa ia hanya memikirkan masa depanmu nanti.
Tapi toh dia tetap tersenyum saat pilihanmu adalah menjadi seorang penulis.

Sampai saat Ayah harus melepasmu di bandara.
Bahkan badannya terlalu kaku untuk memelukmu.
Ia hanya tersenyum sambil memberi nasehat ini-itu.
Dia ingin menangis seperti Ibu yang menangis dan memelukmu erat.
Tapi dia hanya menghapus sedikit air mata di sudut matanya dan menepuk pundakmu,
berkata, "Jaga diri baik-baik",
Agar kamu kuat untuk pergi.

Saat kamu butuh uang untuk membiayai uang semester dan kehidupanmu,
orang pertama yang mengerutkan kening adalah Ayah.
Berusaha mencari jalan agar anaknya bisa merasa sama dengan yang lain.

Ketika permintaanmu bukan lagi sekedar meminta boneka baru,
dan ia tau ia tidak bisa memberikan.
Dia sangat ingin mengatakan, "Iya, Nak, Nanti kita beli"
dan saat kata-kata yg keluar adalah "Tidak bisa" dari bibirnya.
Tahukah kamu,ia merasa gagal membuat anaknya tersenyum?

Ayah terlalu khawatir sampai kadang sedikit membentak,
berkata, "Sudah dibilang jangan minum air dingin!".
Berbeda dgn Ibu yg memperhatikanmu dengan lembut.
Ketahuilah saat itu ia benar-benar khawatir dengan keadaanmu.

Dan di saatnya nanti kamu wisuda sebagai seorang sarjana,
Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan memberi tepuk tangan untukmu.
Dia yang tersenyum bangga dan puas melihat "Putri kecilnya yang tidak manja berhasil tumbuh dewasa dan telah menjadi seseorang."

Sampai saat seorang teman hidupmu datang dan meminta izin mengambilmu darinya.
Ayah akan sangat berhati-hati memberikan izin.
Karena ia tahu laki-laki itu yang nanti akan menggantikannya.

Dan saat Ayah melihatmu duduk di panggung pernikahan bersama seseorang yang dianggapnya pantas menggantikannya.
Ayah pergi ke belakang panggung dan menangis...
"Tugasku telah selesai dengan baik. Putri kecilku yang lucu telah menjadi wanita yang cantik."

Ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu dan cucu-cucunya sesekali untuk menjenguknya.
Dengan rambut yang telah memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjagamu dari bahaya.

Ayah adalah sosok yang harus selalu terlihat kuat bahkan ketika dia tidak kuat untuk tidak menangis.
Harus terlihat tegas bahkan saat dia ingin memanjakanmu.
Ayah juga orang pertama yang selalu yakin bahwa "kamu bisa" dalam hal apapun.

Tersenyum dan bersyukurlah ketika kamu bisa merasakan kasih sayang seorang Ayah hingga tugasnya selesai.
Kamu adalah salah satu orang yang beruntung.
Karena Ayah adalah sosok superhero yang hebat!


taken from Beema Qlilip's Note..
thanks bro for the inspiring note:)
 for Bapak, thanks bunch for everything, dear!I have no word to say how much I love you..:)*big hug and kiss*

Kerendahan Hati

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri

by Taufik Ismail

Thursday, January 20, 2011

B 4563 G

Ini hasil jerih payah Aku, Bapak, dan Om Abam...
matur nuwun Gusti...
si ganteng Tole...
Super 66..
Menjadi milikku sejak 17oktober 2010
Siap jalan sejak 20 Januari 2011

Monday, January 17, 2011

...

Cinta itu sama persis seperti meminum putau
Sekali kau merasakannya, kau akan susah untuk lepas…
Atau mungkin akan mati karna nya

MAKA,

Jangan cintai aku
Karna kau pun akan susah melepasku
Dan aku pun sangat mematikan benih cintamu untuk yang lain…


17/01/2011
13.45

Tuesday, January 11, 2011

Apakabar, Tuhan…?

Tuhan, apa kabar?
Sudah lama tidak berkencan denganmu
Tuhan baik-baik saja kan?

11/01/2011
08.45am

Sebuah Cerita tentang Secangkir Kopi, Tawa, dan Kita


Waktu tergerus sangat cepat.
Lihat saja, jarum jam itu berpacu sangat cepat menjemput sang fajar,
Menyongsong terik siang,
dan kemudian malam pun menyapaku lagi
Terus, terus dan terus berputar tanpa mau mengenal letih sedikit pun
Dan di setiap detiknya selalu menghadirkan cerita yang tak ada duanya

Diantara hitam dan pahitnya kopi,
Selalu ada saja cerita dan tawa yang menemani kita menanti kokok sang penjaga fajar,
malam ini sangat indah,
malam ini sangat menakjubkan,
malam seperti malam-malam sebelumnya,
berteman secangkir kopi dan temaram lampu,
diantara kepul asap rokok dan reggae,
mencipta satu peti cerita yang menggagumkan

pasti! Aku pasti akan merindukan malam-malam seperti malam ini
diantara hitam dan pahitnya secangkir kopi,
selalu saja ada tawa dan cerita tentang kita…
dan aku ingin malam beribu malam lagi
untuk kuhabiskan bersama secangkir kopi, tawa dan cerita kita…
matur nuwun, Gusti!

11/01/2011
03.05am
Habis pulang dari Mato

Monday, January 10, 2011

Senyum di Balik Bingkai

Mentari menyambut pagiku hari ini. Angin pun membawa angin segar kedalam kamarku yang kecil tapi selalu membuatku nyaman.
“Ah, pagi yang sangat indah” pikirku semabari membuka daun jendela.
“selamat pagi pak, selamat pagi bu” sapaku kepada 2 orang yang selalu memompa energy ku setiap harinya. Seperti biasa mereka menjawab sapaanku dengan senyum mereka yang selalu mengembang.
“Ah...betapa cantik dan gantengnya kalian pak, bu… “batinku.
Dengan masih tersenyum aku mulai hari ini. Membereskan tempat tidur. Menyiapkan tugas-tugas kantor. Kemudian menarik handuk hijau dan segera berlalu ke kamar mandi.
Hari ini aku punya 2 kelas. Kindy 3 dan Under 5. Beruntung materi mengajar sudah aku siapkan untuk seminggu. Jadi nanti datang kekantor tinggal mengajar saja.
“saya berangkat dulu ya pak, bu” pamitku sambil mencium pipi kanan kiri mereka.
Sepanjang jalan aku terus berfikir dan tak henti-hentinya bersyukur betapa aku sangat bangga memiliki mereka. Dengan semua kelebihan dan kekurangan mereka. 2 orang tua yang sangat tegar menjalani hidup yang jauh dari manis ini. Semangat nya untuk terus “hidup” di hari berikutnya tercermin dari otot-otot di tangannya. Kesabaran mereka menghadapi kenakalan-kenakalan ku dan kakak-kakakku membuat ku terus hormat kepada mereka. Sungguh, orang tua yang tiada duanya, PASTI!
Senja telah datang keperaduan menggantikan terik siang.
“saatnya bertemu dengan mereka lagi..” bisikku sambil mengemasi barang-barangku dan siap untuk pulang dari kantor. Dan benar! Seperti biasa mereka sudah menantiku dikamar, masih dengan senyum termanis mereka.
“ halo pak, bu,,,,hari ini….” Blab la bla… aku menceritakan semua yang terjadi dijalan, kantor, kelas yang aku ajar, dan sebagainya. Dan tidak banyak yang mereka lakukan kecuali tersenyum melihat mulutku yang penuh makanan tapi terus bercerita dengan penuh semangat. Aku tak ingin melewatkan 1 peristiwa pun untuk ku ceritakan kepada mereka. Sampai semua cerita itu selesai, mereka masih tersenyum.
Jika malam sudah menemaniku, maka aku ciumi pipi kanan kiri, dan kening mereka. Selalu ku bisikkan “I LOVE YOU” setiap malam menjelang aku tidur.

Seperti itulah kulalui hari-hari ku. Menyambut pagi ditemani oleh 2 orang yang hebat, menjalani hari diantara doa 2 orang yang hebat juga, membagi cerita dengan 2 orang yang hebat, dan kembali menjemput bunga tidur bersama senyum 2 orang yang terhebat. Sungguh hari-hari yang luar biasa. Meskipun mereka, 2 orang hebat ku itu, orang tua yang penuh dengan kesabaran dan kasih, hanya menemaniku dengan senyumnnya dibingkai foto. Senyum mereka hadir hanya didalam bingkai foto 4R ku.
“Betapa aku merindu senyummu yang tak hanya tersembunyi dibalik bingkai saja pak, bu…. L” bisikku sambil mengusap lembut bingkai foto Bapak dan Ibu kemudian mendekap erat dalam pelukanku.


In the quite morning of Argulo 3, Jogja
09/01/2011
Little bit inspired from my own life…hehe

kotak masalalu

Sebuah rembulan yang mempesona menyapa ku malam itu.
Sinar emasnya seakan mengingatkan ku pada kenangan masa lalu..
Sungguh bukan itu yang aku mau.
Saya menginginkan sebuah rahasia yang lain
Yang bukan menggembalikan aku kedalam kotak masalalu

 *ga tau kapan nulis ini..hehe*

Panggung boneka yang tertinggal untuk sahabat kecilku

Satu senyum kecil itu mulai menyapa senjaku hari itu
Wajah-wajah yang asing yang semakin lama ku memandang
Semakin menggelitikku untuk segera berbagi tawa

Senyum itu masih mengembang dihari kedua dan ketiga sampai hitungan ke tujuh
Meski dibawah gugur hujan yang kelabu
Senyum-senyum manis itu masih tetap untukku
Sampai saat aku harus berpacu dengan jarum pendekku
Karna aku tetap ingin senyum itu ada untukku hari itu

Dan jika senyum itu masih, akan aku hadiahi mereka sebuah panggung boneka
Dan benar, seyum-senyum kecil itu masih tetap untukku

Belum lama aku lihat senyum dan tawa mereka,
Merapi sudah bersahabat lagi,
Dan itu berarti senyum itu tak lagi bisa menghiasi senjaku
Dan senyum sahabat kecilku itu tinggal sebuah senyum dalam potret senja yang tlah berlalu..
Senja, merapi dan senyum kecilmu..
tetap masih milikku..^^

Tribute to ma little fellows in Merapi…
miss you wherever you are…
23/11/2010
19.35


Amin dan Pengharapannya


Kami memanggilnya Amin. Entah siapa nama panjangnya. Entah pula berapa umurnya. Ketika saya menanyakan kepadanya dia sendiri pun tak tahu. Pertama kali saya bertemu dengan anak kecil ini dia memakai kaos merahnya yang lusuh dan bau keringatnya sangta menyengat. Itulah Amin. Nama yang penuh dengan pengaharapan. Harapan yang tak pernah muluk-muluk dan memang harapan amin.

Menurut perkiraan saya, umurnya kurang lebih 9 sampai 10 tahun. Kulitnya hitam legam, rambutnya yang hitam memerah selalu terlihat acak-acakan dan bau sisa matahari tadi siang. Dia pernah sekolah, hanya sampai kelas 1 lalu keluar dan sampai sekarang dia tak lagi melanjutkan. Alasan klasik lah yang dia lontarkan ketika saya menanyakan kenapa ga sekolah. “ga punya duit, mbak” itulah jawabannya. Ya, meskipun sekarang pemerintah telah membuat program sekolah gratis untuk SD-SMP, tapi masalahnya tidak sesepele itu. Jika mereka sekolah, mereka butuh uang untuk membeli “ubo rampe” nya.  Dan itu tidak sedikit rupiah akan dikeluarkan.

Ditempat ia tinggal, disitulah saya belajar bersama sahabat-sahabat kecil saya. Tidak sedikit dari mereka mempunyai nasib yang sama dengan Amin. Putus sekolah dan harus turun kejalanan demi sesuap nasi. Yang sedikit beruntung, mereka masih bisa merasakan bangku sekolah meski sorenya mereka harus turun kejalanan juga untuk sesuap nasi. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya dan 4 saudara kandungnya di rumah kontakan yang hanya berukuran 4x4m.

Meski sekarang Amin tak lagi sekolah, tapi antusias nya untuk tetap belajar masih tinggi. Beberapa kali saya menemani ia belajar, selalu dia dulu yang meminta untuk diajari tambah-tambahan (matematika). Saya tau umur dan kemampuannya menghitung sangat tidak sepadan. Diumurnya yang mungkin sekitar 10-11 tahunan itu harusnya dia sudah mulai mengitung persen-persenan atau mungkin yang lebih kompleks lagi. Bahkan ketika dia harus belajar 1 meja dengan kedua adiknya, itupun tak membuatnya malu atau malas. Tampak jelas bahwa dia tak mempedulikan itu semua. Yang dia mau hanya dia bisa berhitung. Meski masih terbata-bata menghitung deretan angka, tapi wajahnya yang penuh dengan pengaharapan itu tetap berusaha keras dan yakin bahwa dia pasti mampu menyelesaikan.

Pernah suatu kali saya ngobrol 4 mata dengan Amin.
“Min, kamu kemana aja seharian ini?” Tanya ku mengawali pembicaraan.
“Ya kerja mbak”
“kerja apa emang?”
“ya ngemis…”
Jawabannya sungguh membuat dadaku terasa sesak.
“emang mau buat apa sih uangnya?”
“ya buat makan,,,oya, aku tu pengen beli sepeda mbak. Aku pengen sepedaan sama temen-temenku…” wajahnya tampak ringan ketika membayangkan dia bisa bersepeda dengna kawan-kawannya. Tidak banyak kata yang bisa saya uncapkan setelah itu. Aku terpaku menatap wajahnya yang dihitamkan oleh matahari siang, debu kota, asap kendaraan yang memenuhi kota yang kecil ini. Wajah mungil yang seharusnya masih menikmati belaian manja orang tua bukan belaian sang jalan, wajah yang harusnya masih segar dan bukan lusuh oleh mentari dan debu kota.

Oalah Min.. min.. betapa kerasnya jalan yang harus kamu tempuh. Hanya demi sesuap nasi dan sepeda saja kamu harus berjuang sendiri. Miris ketika saya melihat anak seumurannya yang ketika pengen sesuatu hanya tinggal bilang orang tua nya dengan sedikit mendesak dan ngambek agar dibelikan.
Harapanmu takkan pernah luntur oleh panasnya matahari dan derasnya hujan, Min. ya, kamu lah amin dan pengaharapannya.

Finished on Wednesday
04/01/2011
Inspirited by my little fellow, Amin/ Fajar.

"aku ingin menjadi seperti Gayus"


Satu sore aku duduk di bawah pohon dekat rumahku. Seperti sore-sore biasanya, banyak anak-anak kecil yang sedang asik bermain bola. Tak banyak yang aku lakukan disana. Biasanya aku hanya duduk termenung dan mengamati anak-anak kecil itu menggiring bola dan kemudian berlarian bangga setelah mencetak sebuah gol di gawang lawan.

Tak seperti biasanya, anak-anak kecil itu selesai bermain lebih awal. Kemudian mereka duduk-duduk dibawah pohon sambil mengibas-ibaskan kaosnya ke arah badannya sambil sesekali menyeka keringatnya.
Tidak lama kemudian, suara salah satu anak memecah teriknya siang. Dengan kaki selonjor, dia memulai pembicaraan dengan sebuah pertanyaan kepada teman-temannya.

“kalo kalian udah gede, kalian mau jadi apa?”tanyanya mengawali pembicaraan.
“wah kalo aku pengen tuh jadi pemain bola. Yang jelas kayak si BP…sekali heading langsung gollll…” jawab A sambil berdiri menirukan gaya heading sang idola, Bambang Pamungkas.
“alah…lebay kamu tuh!” sorak teman-temannya.
“kalo aku nih ya, pengen jadi Guru… tapi aku takut tuh, kalau sampai muridku besok pada bandel kayak kita-kita ini…hahaha.” Jawab B sambil mengelus dada di susul suara tawa anak-anak yang lain melihat gaya nya.
“Ah kalo aku mah, pengen punya truk yang banyak trus tinggal dirumah dan uang datang dengan sendirinya tanpa harus keluar keringat..” Jawab C.
“huuuuuuuuuuuu….” Sorak teman-temannya.
Setelah C menjawab, tidak ada yang menyusul. Hening terjadi beberapa menit kemudian.
“Woy, giliran kamu boy!” tegur anak pertama.
“Ah kamu tuh ganggu aja!aku tuh lagi mencari-cari cita-cita ku di antara daun-daun yang berguguran ini…”jawabnya polos sembari mengambil satu demi satu dedaunan kering disekitarnya. Tak hayal jawabannya itu membuat anak-anak yang lain tertawa terpingkal pingkal. Lalu B menyahut.
“Trus kamu mau jadi apa boy?” Tanyanya ke anak yang pertama.
“Oiya, habis ndengerin cita-cita kalian aku jadi lupa sih. “
“ehm, beberapa hari yang lalu aku berfikir kalo aku gede nanti aku pengen hidup di dalam sel.”
Spontan jawabannya membuat anak-anak kaget bukan kepalang.
“tenang nih tenang…ga usah kaget gitu dong!” ujarnya berusaha menenangkan teman-temannya yang mulai gusar akan jawabannya itu.
“habis, beberapa hari yang lalu aku nonton tv dan kebetulan juga sedang memberitakan Gayus sambunan”
“Tambunan!” Si B membenarkan.
“Iya…maksud aku juga itu. Katanya dia di penjara gara-gara korupsi. Tapi makan aja dia bisa pesan. Ayam bakar, kalo ga ikan bakar, minumnya aja es jeruk. Malahan baru-baru ini aku dengar dia jalan-jalan ke Bali nonton final tennis… enaknya ya jadi kayak Gayus…ga kerja bisa kemana-mana, bisa makan enak….” sambil membetulkan gaya rambutnya seperti Elvis Parsley.

Anak-anak yang lain hanya benggong mendengar penjelasan anak pertama sambil melihat tanggannya yang sedang sibuk membenarkan gaya rambutnya. Tak ada jawaban atau sanggahan. Semua hanya terdiam. Entah diam emas atau diam embuh…hahaha.

Dan aku sendiri pun tak banyak bicara juga. Selain karena aku tak berhak bicara, aku membayangkan bagaimana jika semua anak-anak kecil berfikiran bercita-cita menjadi seperti seorang Gayus setelah melihat pemberitaannya di TV?


05/01/2011
#After watched Suara Anda at Metro TV that discussed about the Gayus’ travelling during jailed. 64 days spent in Makua, Malaysia, Jakarta, and Bali…oh, How poor we are…