Pepatah itu terus
saja ternggiang di telinggaku sepanjang pagi ini. ku tutup lembar ke 31
Filosofi Kopi. Mataku pun menyusul menutup tirainya. Bibirku mulai mengeja satu
persatu dari kata-kata itu. Lama. Sampai-sampai lidahku pun kelu mengeja.
“satu
… jangan ambil dua. Satu menggenapkan..dua melenyapkan..
satu..dua..genap..lenyap..satu genap, dua lenyap”
Entah ini untuk
keberapa kalinya aku kembali mengeja kata-kata itu. Kata-kata yang secara tidak
sadar memanggil alam bawah sadar ku dan mengantarkan nya ke memori beberapa waktu yang lalu.
Di depan cermin, aku mulai
memperhatikan setiap inci dari bagian tubuhku. Masih juga aku mengeja. Lidahku
pun masih kelu. Nafas ku masih tersenggal. Semua isi otak ku pun di kudeta oleh
satu bayangan yang sudah lama aku usir tapi sampai sekarang masih duduk manja
di singgasana itu.
“Kamu
(ternyata) sudah punya satu. Hidupmu pun sudah genap. Tapi ego mu untuk
mengambilku melengkapi hidupmu justru malah melenyapkan semua yang pernah kau
bangun”
Mataku mulai menatap sinis ke kaca seiring kalimat
itu aku pungkasi.
Aku melempar kenangan
itu. Kenangan yang lahir bak secangkir kopi hitam, pahit sekaligus manis.
Aku pun mulai berlari
menyusuri labirin waktu. Bukan untuk mengejarmu. Hingga ku menerobos 6 pintu
waktu. 6 pintu yang penuh dengan darah.
Langkah ku mulai
melambat. Aku berhenti. Ku picingkan mata kiriku kearah sebuah dinding dengan
kertas hitam putih tertempel di wajahanya. Kembali ku temui kata-kata itu di
labirin waktuku. Darahku mulai terpompa naik.
“bila
engkau ingin satu, maka jangan ambil dua.
Karena
satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan”
–Mencari Herman,Dee-
Aku robek tulisan
itu!!!
Kalau satu saja sudah
cukup menggenapkan hidupmu, kenapa kamu ambil aku untuk melenyapkan mimpimu, mimpiku,
dan mimpi kita?
02/04/2012
03.32