Wednesday, April 4, 2012

Spasi


Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?
Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling sayang menyayang bila ada ruang? Kasih sayang akan membawa dua orang semakin berdekatan, tapi ia tak akan mencekik, jadi ulurlah tali itu.
Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi. Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali. Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah. Jadi, jangan lumpuhkanlah aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.
Mari berkelana dengan rapat tapi tak dibebat. Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring bukan digiring.

*Dewi Lestari*

Angka 57 untuk Wanita Senjaku


Pipinya kembali menyembul dan meranum,
Matanya kembali membulat memenuhi wajah ayu nya,
Bibirnya kembali melentik. Di tariknya kedua ujung bibir.
Membentuk lengkung dan semakin membuat pipinya menyembul
Dia pun tersenyum , suaranya tertahan,
Bulir air matanya menggembung di pelupuk mata dan siap menggelinding,
Kebahagiaanya hari ini tak aka nada duanya di sepanjang hidupnya
Ya! Ini adalah tahun ke 57 wanitaku mengisi dunianya dengan senyum,tangis, amarah dan ketegaran yang luar biasa!

 “Selamat ulang tahun, Bu, Berkah Gusti.. J

Semoga semesta masih sudi memberikan sedikit kebahagiaan untuk wanita ku yang telah menerobos cakrawala senja nya.


04/04/2012
03.32

SATU GENAP, DUA LENYAP!



Pepatah itu terus saja ternggiang di telinggaku sepanjang pagi ini. ku tutup lembar ke 31 Filosofi Kopi. Mataku pun menyusul menutup tirainya. Bibirku mulai mengeja satu persatu dari kata-kata itu. Lama. Sampai-sampai lidahku pun kelu mengeja.

“satu … jangan ambil dua. Satu menggenapkan..dua melenyapkan.. satu..dua..genap..lenyap..satu genap, dua lenyap”

Entah ini untuk keberapa kalinya aku kembali mengeja kata-kata itu. Kata-kata yang secara tidak sadar memanggil alam bawah sadar ku dan mengantarkan nya ke memori beberapa waktu yang lalu. 

Di depan cermin, aku mulai memperhatikan setiap inci dari bagian tubuhku. Masih juga aku mengeja. Lidahku pun masih kelu. Nafas ku masih tersenggal. Semua isi otak ku pun di kudeta oleh satu bayangan yang sudah lama aku usir tapi sampai sekarang masih duduk manja di singgasana itu.

“Kamu (ternyata) sudah punya satu. Hidupmu pun sudah genap. Tapi ego mu untuk mengambilku melengkapi hidupmu justru malah melenyapkan semua yang pernah kau bangun”

Mataku mulai menatap sinis ke kaca seiring kalimat itu aku pungkasi.

Aku melempar kenangan itu. Kenangan yang lahir bak secangkir kopi hitam, pahit sekaligus manis. 

Aku pun mulai berlari menyusuri labirin waktu. Bukan untuk mengejarmu. Hingga ku menerobos 6 pintu waktu. 6 pintu yang penuh dengan darah.

Langkah ku mulai melambat. Aku berhenti. Ku picingkan mata kiriku kearah sebuah dinding dengan kertas hitam putih tertempel di wajahanya. Kembali ku temui kata-kata itu di labirin waktuku. Darahku mulai terpompa naik.

“bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua.
Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan”
–Mencari Herman,Dee-

Aku robek tulisan itu!!!
Kalau satu saja sudah cukup menggenapkan hidupmu, kenapa kamu ambil aku untuk melenyapkan mimpimu, mimpiku, dan mimpi kita?


02/04/2012
03.32

Sunday, April 1, 2012

LAGI


tiba-tiba saja aku kembali ke masa ini. 
LAGI.
masa dimana aku kembali merasa pincang.
masa dimana aku tak lagi mampu menggimbangi angin berlari.
masa dimana aku tak lagi seliar kudakuda itu.
tak pula aku setegar karang di tengah lautan itu.

Aku kembali kecil. Sekecil partikel debu.
LAGI.
nafas ku pun mulai tersengal saat harus mengikuti ritme peluru yang di hempas dari telunjuk pria itu.
LAGI.
aku di tempat ini.




Aku. LAGI.

02/04/2012
12.12